Dilema
penegakan HAM
By.Esra kalle.
Kita sering mendengar aparat
hukum kita kelihatan gamang dan ada kesan tidak tegas dalam menghadapi masalah
HAM di lapangan. Terutama kalau menghadapi masalah yang melalukan demontrasi
atau tuntutan kepada kelompok lain, seperti yang dilakukan oleh FPI misalnya di
Jakarta atau di berbagai tempat di Indonesia. Para demonstran ini sering
menyebut dirinya sebagai penjaga moral atau bangsa atau sering mengklami
dirinya sebagai paling benar sementara yang lain salah dan karena itu harus disingkirkan
dengan cara kekerasan, sementara di pihak lain aparat kepolisian berada dalam
dilema, antara, menerima tuntutan demontrasi atau menertipkan para demonstran unutk tidak melakukan
kekerasan atau bertindak anarkis terhadap yang lain. Bahkan ada kesan aparat
hukum kita membiarkan keadaan itu berlangsung tampa ada tidakan yang berarti
dari pihak aparat hukum.
Dalam banyak kasus, aparat kepolisian
kita serba salah, mau tegas menegakan aturan, tapi takut di cap melangar HAM.pertanyaanya
kemudian, dimana sebetulnya batas antara hukum dengan HAM ? apakah dengan
menjalankan dan menekan hukum atau aturan itu bertentangan dengan HAM? Bukanya
justru keduanya komplementer satu sama lain? Jika ini yang kita pahami, maka
sebetulnya tidak ada masalah yang harus di ragukan, dengan mejalankan aturan.
Itu berarti kita sedang mejalnkan HAM.
Mempekuat
HAM.
Apa yang salah darri aparat
hukum kita yang Nampak ragu dan bimbang
dalam menegakkan aturan. Mereka taku bertindak tegas kepada para pelangar hokum
karena bias di cap pelangar HAM dari si pelanggar. Namun, bagaimana dangan Ham
dari pelangar HAMnya? Sipa yang harus melindungi mereka? Bukankah apart hokum
yang sama harus melindungi mereka? Dua kepentingan inilah yang sering menjadi
dilemma bagi penegak hokum di lapangan, mau membela mereka yang dilangar HAM
ataukah membala HAM dari para pelangar hukum?
Sebetulnya apart kepolisian
tidak perlu ragu dalam bertindak tegas, ada aturan jelas yang mengatur tentang
hal itu karenaitu bertindak tegas tidak sama artinya dengan bertindak keras.
Bertindak tegas ada kemungkina melangar hukumsedangkan beertinda tegas itu ber
arti ada aturan dan prosudur hokum yang berlaku, dalam bahasa yang lainada
protap yang tersedia yang harus diikuti sehingga seorang aparat tidak bias
keliru melakukan tindakan hokum. Unutk bias bertindak tegas memang perlu di
telusuru dahulu peraturan mana yang di langar, apabila sudah diketahui
perraturan yang dilanggar , maka pertanyaan selanjutnya, adalah apakah
peraturan itu mengaturnya dengan jelas sehingga tidak perlu di interprestasikan
lagi oleh aparat hukum di lapangan.
Pada umumnya aparat hukum tergerincir dalam tindakan
pelangaran HAM apa bila pemahaman mereka tentang aturan kuran mewadai.
Pemahaman mereka yang kurang akan menghambat aparat hukum unutk bias tegas dalam menegakkan
HAM di dalam praktik. Pemahaman aturan yang kurang itu pada umumnya ditandai
dalam beberapa hal. Pertama, apart hokum tidak mampu membedakan domain hokum
dan ddomain HAM. Harus didasari bahwa HAM tidak tergantung pada hukum, namun
HAM justru akan di perkuat oleh ketentuan hukum yang di rumuskan secara jelas
dalm berbagai peraturan perundang-undangan peraturan yang jelas dan dalm
berbagai peraturan perundan-undangan. Peraturan jelas dan terumus dengan cukup
baik akan sangat membantu apara hukum dalam menegakkan ham di lapangan. Kedua,
apabila rumusan tentang ham sudah jelas,
maka yang dibuhtukan aparatur adalah keberanian unutk bertindak dengan tegas
dan bukan sebaliknya. Keraguan yang di perliatkan aparat selama ini , justru
mendoorong mereka unutk bertindak sendiri dalam penegakan hukum dan HAM. Meka
munculah berbagai pendapat di tengah masyarakat bahwa negara ini absen dalm penegakan
hamditanah air. Ketiga, aparat hukum tampa sadar sudah terjebak dalam primamodial
yang sempit yang di bangung yang dibangun secara sistim matis oleh sekelompok
mayarakat yang mengklaim dirinya paling benar secara moral. Dan, aparat hukum
malah di tuduh tidak mampu melakukan penertiban seperti yang mereka harapkan.
Tidakan main hakim sendiri yang mereka perliahatkan sesungunya adalah
pelangaran hukum dam HAM orangf lain, amat sering main hakim sendiri oleh
sekelompok masyarakat di Indonesia dewasa ini, sebenarnya memperhatikan tentang
betapa rapuhnya aparat hukum dalam menjalankan tugasnya sebagai penjamin dan
penegak hukum yang handal.
Keadaan ini harus segerah
diatasi, jika kita ingin berrkonsisten dengan Negara berdasarkan hukum
sebagaimana yang ter umus dalam konstitusi. Adalah ironi besar sebuah Negara
diatur oleh sekelompok kecil orang yang mengklain dirinya paling benar di
repolik ini. Aneh tapi nyata.
Jalan keluar
Kita tentu
tidak ingin membiarkan keadaan ini terus berlangsung, kita perlu mencari jalan
keluarnya. Pertama, kita butuhpemimpin yang tegas dan berani untuk member perlindungan
kepada setiap warga Negara tampa kecuali sebagaimana diatur dalam konstitusi.
Dan, kepada mereka yang melangar hukum atau HAM orang lain harus ditindak tegas
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kedua, perlu ada aturan yang jelas
(clear) dan tida ambigu sesuai dengan prinsip montesguieu.(sir Carleton kemp
alle 1964 : 483) sehingga mamudahkan aparat hukum dalam manjalankan aturan itu
ketika menghadapi tindakan main hakin sendiri oleh sekelompok masyarakat kita
yang akhir akhir ini sangat mengangu keterbindan mayarakat secara umum.
Ketentuan yang jelas itu sangat di perlukan agar aparat hukum tudak ragu dalam
menjalaninyasebagai penegak hukum. Ketiga, apart hukum perlu melengkapi dirinya
dangan fasilitas yagn cukup agar mereka
mampu berkerja secara optimal. Saat ini, aparat hukum kita memang kurang
memiliki fasilitas yang menunjang pekerjaan mereka sebagai penegak hukumyang
professional. Keempat, beban kerja yang melampai batas kemampuan aparat hukum
harus dihentikan karena ini akan mengangu kinerja kerja aparet hukum secara
keseluruhan. Dan penerapan reward yang setimpal kepada aparat hukum yang
bekerja dengan kesunguhan hati, dan punishment yang juga setimpal kepada aparet
hukum yang lali menjalangkan tugas, sebagai mana yang diharapkan masyarakat
pada umumnya
Jalan keluar
yang diharapkan harus diikuti oleh political will pemerintah yang kuat, jika
hukum ingin ditegakan secara konsisten, agar tidak diangap sebelah mata oleh
Negara lain dalam penegakan hukum dan HAM. Kondisi yang akhir akhir ini mlai
kedodoran, sehingga dalam jangka panjang bias merubah pandangan internasional
tentang indanesia sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar