Selasa, 14 Agustus 2012

Dilema penegakan HAM


Dilema penegakan HAM
By.Esra kalle.

                Kita sering mendengar aparat hukum kita kelihatan gamang dan ada kesan tidak tegas dalam menghadapi masalah HAM di lapangan. Terutama kalau menghadapi masalah yang melalukan demontrasi atau tuntutan kepada kelompok lain, seperti yang dilakukan oleh FPI misalnya di Jakarta atau di berbagai tempat di Indonesia. Para demonstran ini sering menyebut dirinya sebagai penjaga moral atau bangsa atau sering mengklami dirinya sebagai paling benar sementara yang lain salah dan karena itu harus disingkirkan dengan cara kekerasan, sementara di pihak lain aparat kepolisian berada dalam dilema, antara, menerima tuntutan demontrasi atau menertipkan  para demonstran unutk tidak melakukan kekerasan atau bertindak anarkis terhadap yang lain. Bahkan ada kesan aparat hukum kita membiarkan keadaan itu berlangsung tampa ada tidakan yang berarti dari pihak aparat hukum.
                Dalam banyak kasus, aparat kepolisian kita serba salah, mau tegas menegakan aturan, tapi takut di cap melangar HAM.pertanyaanya kemudian, dimana sebetulnya batas antara hukum dengan HAM ? apakah dengan menjalankan dan menekan hukum atau aturan itu bertentangan dengan HAM? Bukanya justru keduanya komplementer satu sama lain? Jika ini yang kita pahami, maka sebetulnya tidak ada masalah yang harus di ragukan, dengan mejalankan aturan. Itu berarti kita sedang mejalnkan HAM.
Mempekuat HAM.
                Apa yang salah darri aparat hukum kita  yang Nampak ragu dan bimbang dalam menegakkan aturan. Mereka taku bertindak tegas kepada para pelangar hokum karena bias di cap pelangar HAM dari si pelanggar. Namun, bagaimana dangan Ham dari pelangar HAMnya? Sipa yang harus melindungi mereka? Bukankah apart hokum yang sama harus melindungi mereka? Dua kepentingan inilah yang sering menjadi dilemma bagi penegak hokum di lapangan, mau membela mereka yang dilangar HAM ataukah membala HAM dari para pelangar hukum?
                Sebetulnya apart kepolisian tidak perlu ragu dalam bertindak tegas, ada aturan jelas yang mengatur tentang hal itu karenaitu bertindak tegas tidak sama artinya dengan bertindak keras. Bertindak tegas ada kemungkina melangar hukumsedangkan beertinda tegas itu ber arti ada aturan dan prosudur hokum yang berlaku, dalam bahasa yang lainada protap yang tersedia yang harus diikuti sehingga seorang aparat tidak bias keliru melakukan tindakan hokum. Unutk bias bertindak tegas memang perlu di telusuru dahulu peraturan mana yang di langar, apabila sudah diketahui perraturan yang dilanggar , maka pertanyaan selanjutnya, adalah apakah peraturan itu mengaturnya dengan jelas sehingga tidak perlu di interprestasikan lagi oleh aparat hukum di lapangan.
             Pada umumnya aparat hukum tergerincir dalam tindakan pelangaran HAM apa bila pemahaman mereka tentang aturan kuran mewadai. Pemahaman mereka yang kurang akan menghambat aparat hukum unutk bias tegas dalam menegakkan HAM di dalam praktik. Pemahaman aturan yang kurang itu pada umumnya ditandai dalam beberapa hal. Pertama, apart hokum tidak mampu membedakan domain hokum dan ddomain HAM. Harus didasari bahwa HAM tidak tergantung pada hukum, namun HAM justru akan di perkuat oleh ketentuan hukum yang di rumuskan secara jelas dalm berbagai peraturan perundang-undangan peraturan yang jelas dan dalm berbagai peraturan perundan-undangan. Peraturan jelas dan terumus dengan cukup baik akan sangat membantu apara hukum dalam menegakkan ham di lapangan. Kedua, apabila rumusan tentang ham sudah  jelas, maka yang dibuhtukan aparatur adalah keberanian unutk bertindak dengan tegas dan bukan sebaliknya. Keraguan yang di perliatkan aparat selama ini , justru mendoorong mereka unutk bertindak sendiri dalam penegakan hukum dan HAM. Meka munculah berbagai pendapat di tengah masyarakat bahwa negara ini absen dalm penegakan hamditanah air. Ketiga, aparat hukum tampa sadar sudah terjebak dalam primamodial yang sempit yang di bangung yang dibangun secara sistim matis oleh sekelompok mayarakat yang mengklaim dirinya paling benar secara moral. Dan, aparat hukum malah di tuduh tidak mampu melakukan penertiban seperti yang mereka harapkan. Tidakan main hakim sendiri yang mereka perliahatkan sesungunya adalah pelangaran hukum dam HAM orangf lain, amat sering main hakim sendiri oleh sekelompok masyarakat di Indonesia dewasa ini, sebenarnya memperhatikan tentang betapa rapuhnya aparat hukum dalam menjalankan tugasnya sebagai penjamin dan penegak hukum yang handal.
                Keadaan ini harus segerah diatasi, jika kita ingin berrkonsisten dengan Negara berdasarkan hukum sebagaimana yang ter umus dalam konstitusi. Adalah ironi besar sebuah Negara diatur oleh sekelompok kecil orang yang mengklain dirinya paling benar di repolik ini. Aneh tapi nyata.
Jalan keluar
Kita tentu tidak ingin membiarkan keadaan ini terus berlangsung, kita perlu mencari jalan keluarnya. Pertama, kita butuhpemimpin yang tegas dan berani untuk member perlindungan kepada setiap warga Negara tampa kecuali sebagaimana diatur dalam konstitusi. Dan, kepada mereka yang melangar hukum atau HAM orang lain harus ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kedua, perlu ada aturan yang jelas (clear) dan tida ambigu sesuai dengan prinsip montesguieu.(sir Carleton kemp alle 1964 : 483) sehingga mamudahkan aparat hukum dalam manjalankan aturan itu ketika menghadapi tindakan main hakin sendiri oleh sekelompok masyarakat kita yang akhir akhir ini sangat mengangu keterbindan mayarakat secara umum. Ketentuan yang jelas itu sangat di perlukan agar aparat hukum tudak ragu dalam menjalaninyasebagai penegak hukum. Ketiga, apart hukum perlu melengkapi dirinya dangan  fasilitas yagn cukup agar mereka mampu berkerja secara optimal. Saat ini, aparat hukum kita memang kurang memiliki fasilitas yang menunjang pekerjaan mereka sebagai penegak hukumyang professional. Keempat, beban kerja yang melampai batas kemampuan aparat hukum harus dihentikan karena ini akan mengangu kinerja kerja aparet hukum secara keseluruhan. Dan penerapan reward yang setimpal kepada aparat hukum yang bekerja dengan kesunguhan hati, dan punishment yang juga setimpal kepada aparet hukum yang lali menjalangkan tugas, sebagai mana yang diharapkan masyarakat pada umumnya
Jalan keluar yang diharapkan harus diikuti oleh political will pemerintah yang kuat, jika hukum ingin ditegakan secara konsisten, agar tidak diangap sebelah mata oleh Negara lain dalam penegakan hukum dan HAM. Kondisi yang akhir akhir ini mlai kedodoran, sehingga dalam jangka panjang bias merubah pandangan internasional tentang indanesia sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga.                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar